PERBANKAN SYARIAH INDONESIA: PELUANG DAN TANTANGAN

Krisis keuangan yang melanda dunia saat ini tidak hanya berdampak di Amerika Serikat sebagai episentrum krisis keungan, tapi juga berdampak pada negara-negara maju lainnya, seperti di kawasan Eropa dan Asia. Krisis yang terjadi saat ini adalah bagian dari siklus ekonomi kapitalisme. Dalam Catatan sejarah ekonomi, krisis keuangan dan ekonomi terjadi di negara-negara kapitalis. Bahkan menurut Roy Davies dalam bukunya “The History of Money From The Encient to Present Time menyebutkan bahwa di sepanjang abad 20 telah terjadi 20 kali krisis yang melanda banyak negara. Jadi rata-rata siklus krisis terjadi dalam tempo lima tahun sekali.
Dari data dan fakta historis tersebut menunjukkan bahwa sistem kapitalisme tidak pernah sepi dari gejolak ekonomi yang menyisakan penderitaan panjang bagi kehidupan umat manusia. Menurut pakar ekonomi, penyebab utama dari krisis adalah kepincangan antara sektor moneter dengan sektor real. Laju sektor keuangan jauh lebih cepat dari pada sektor real. Perekonomian didominasi dan dikendalikan oleh transaksi dunia maya (virtual transaction) yang berpusat pada currency speculation dan derivative market. Volume transaksi dunia maya mencapai US$ 1.5 trilliun dalam satu hari, sedangkan volume perdagangan yang terjadi di sektor real hanya US$ 6 trilliun setiap tahunnya. Bahkan data lain menunjukkan bahwa sektor moneter menguasai 99% dari total transaksi dunia dan hanya 1% transaksi yang benar-benar terjadi pertukaran barang dan jasa. Gelembung ekonomi yang diciptakan oleh ekonomi berbasiskan ribawi ini hanya tinggal menunggu momentum ledakan krisis saja.
Keterpurukan sistem kapitalis justru menjadi peluang buat munculnya sistem alternative yang bisa menyelesaikan akar permasalahan yang selalu terjadi dalam sistem kapitalisme. Inilah momentum ekonomi syariah untuk tampil sebagai alternative pilihan yang bisa menyelesaikan persoalan tersebut sekaligus membuktikan konsep islam sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia. Hasil survey yang dilakukan oleh bank Indonesia pada tahun 2005 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kesadaran masyarakat untuk menggunakan jasa perbankan syariah dari tahun ketahun. Peningkatan ini terlihat dari meningkatnya volume transaksi, jumlah asset, jumlah lembaga perbankan dan pangsa pasar (market share). Saat ini, adalah waktu yang tepat bagi sistem ekonomi islam karena mendapatkan momentum yang tepat yang disertai dengan dukungan masyarakat yang semakin meningkat secara signifikan.
Indikator ini menunjukkan bahwa eksistensi perbankan syariah sudah bisa diterima di kalangan masyarakat. Realitas ini kemudian diperkuat dengan bermunculannya lembaga-lembaga keuangan syariah baik yang berbentuk perbankan, asuransi maupun lembaga pembiayaan (multifinance). Disamping itu, yang paling menggembirakan adalah adanya antusiasme dari perbankan konvensional untuk memasuki industri keuangan syariah. Untuk tahun 2009 ini, diperkirakan akan ada 10 bank umum syariah yang akan meramaikan kancah industri perbankan syariah di tanah air. Ini juga sekaligus bukti bahwa ekonomi yang bebasiskan prinsip syariah juga mejanjikan tingkat profitabilitas yang tinggi.
Hal yang mungkin perlu dipertanyakan adalah apakah perbankan syariah sudah menjadi bank alternative yang dikelola secara profesional bukan melalu pendekatan emosional? Apakah jasa perbankan syariah sudah bisa dinikmati dan dimanfaatkan sepenuhnya oleh seluruh lapisan masyarakat?
Salah satu persamaan antara bank syariah dengan bank konvensional adalah sama-sama mencari keuntungan setinggi-tingginya. Artinya bahwa bank syariah dalam manajemen investasi dan finacial dituntut untuk menjadi profit oriented sehingga harus dikelola secara bonafid dan professional. Tugas dan kewajiban perbankan syariah adalah menjalankan pertumbuhan ekonomi berdasarkan syariah, dimana usaha mencari keuntungan yang sebesar-besarnya itu harus didasarkan pada prinsip syariah.

Optimisme Masa Depan Ekonomi Syariah
Ruang lingkup ekonomi syariah tidk hanya terbatas pada banking dan financing. Ekonomi syariah sejatinya terdiri dari nilai-nilai, institusi dan gabungan dari kegiatan yang berhubungan deangan, misalnya fiskal, moneter, produksi, konsumsi dan distribusi yang brdasarkan pada Al Quran dan Al Sunnah.
Dengan begitu luasnya ruang lingkup ekonomi syariah, maka perlu dilakukan analisis dan kajian untuk menggali berbagai peluang dan tantangan yang dihadapinya.

Beberapa peluang industri syariah di Indonesia
• Terbitnya beberapa regulasi yang mendukung eksistensi dan perkembangan ekonomi syariah khususnya perbankan syariah. UU No. 10 tahun 1998 mengatur dengan rinci landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang bisa dilakukan oleh perbankan syariah. Pemberlakuan UU No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah yang dapat mendorong tumbuh suburnya perbankan yang berbasiskan syariah. Kemudian lahirnya UU tentang sukuk negara dengan diterbitkannya UU No. 19 tahun 2008 tentang SBSN (Surat Berharga Sukuk Negara). Ini dapat disebut sebagai upaya pemerintah untuk memperluas peranan perbankan syariah dalam pembangunan nasional melalui skema pembiayaan syariah.
• Menjalarnya penerapan ekonomi islam baik dalam bentuk bisnis syariah ataupun lembaga yang bersifat perbankan maupun non-perbankan. Saat ini, Indonesia menjadi negara dengan jumlah bank dan lembaga keuangan yang berlandaskan syariah terbanyak di dunia. Hal ini terlihat dengan hadirnya 33 bank, 46 lembaga asuransi dan 16 lembaga mutual fund yang menganut sistem syariah. Gejala ini juga bisa diliat pada maraknya MLM, hotel, koperasi bahkan perumahan yang berlandaskan syariah pula.
• Mayoritas penduduk indonesia adalah muslim yang saat ini sedang mengalami peningkatan kesadaran beragama. Hal ini ditandai dengan maraknya lembaga-lembaga kajian agama, majlis ta’lim, umroh eksekutif dan selebritis. Bahkan ada majelis dan institusi yang menyelenggarakan acara keagamaan secara rutin. Tentunya, hal ini menjadi andil besar dalam menggugah kesadaran beragama masyarakat, termasuk dalam menerapkan ekonomi islam.
• Berdirinya sekolah tinggi ekonomi islam dan perguruan tinggi yang membuka jurusan ekonomi islam. Lembaga-lembaga perguruan tinggi ini bersama-sama dengan lembaga konsultan syariah telah berhasil melakukan kajian serta penerbitan artikel-artikel dan buku-buku yang membahas tentang ekonomi islam. Akibatnya, tumbuh kesadarah dalam diri para pelajar-pelajar untuk mengkaji dan mendalami tentang ilmu ekonomi islam. Hal ini juga bisa dilihat semakin meningkatnya persentase mahasiswa-mahasiswa indonesia yang melanjutkan S2 dan S3 di perguruan-perguruan luar negeri dengan konsentrasi islamic economics and finance. Sehingga dapat diprediksi, 10 atau 20 tahun kedepan negeri ini akan kebanjiran ekonom dan praktisi yang memahami tentang ilmu ekonomi dan ilmu syariah sekaligus. Hal ini semua akan menjadi faktor pendukung tumbuh suburnya penerapan ekonomi syariah di Indonesia.
• Pencapain lebih dari 2 % pangsa pasar. Pangsa pasar perbankan syariah hingga 2008 mencapai 2,08 % dengan total aset Rp 47 trilliun. Bank Indonesia memperkirakan tahun 2011 asset perbankan syariah mencapai Rp 171 trilliun dengan market share sebesar 9, 10% dari total bank di Indonesia. Jumlah asset serta market share yang semakin membesar ini akan menjadi penggerak pertumbuhan industri perbankan syariah di tanah air dan lambat laun akan menggeser dominansi perbankan konvensional dalam percaturan perbankan nasional.

Tantangan dan Problematika Perbankan Syariah
Membandingkan antara perbankan syariah dengan perbankan konvensional bukanlah hal yang tepat karena perbankan syariah masih jauh relative muda dan masih dalam kategori pemain baru dalam struktur perbankan nasional. Seiring dengan potensi dan capaian yang diraih, perbankan syariah dituntut untuk beradaptasi dengan tantangan yang semakin konfleks. Dengan makin luasnya kesadaran dan penerimaan masyarakat terhadap eksistensi perbankan syariah serta perkembangan perekonomian dunia menyisakan berbagai tantangan yang harus dihadapi.
Umur yang pendek, asset yang masih kecil, instrument dan produk yang terbatas serta sumber daya manusia yang kurang adalah tantangan perbankan syariah yang harus dihadapi dan diselesaikan jika ingin menjadi pemain utama dalam struktur perekonomian nasional. Ada beberapa tantangan yang membutuhkan perhatian serius untuk meyakinkan bahwa industri bank syariah di tanah air memiliki peluang untuk menjadi pemain utama di kancah perekonomian Indonesia.
• Pengembangan kelembagaan dan sumber daya manusia. Pola-pola hubungan berbasis syariah barus sebatas akad dan ikrar, belum subtansinya. Dengan kata lain, transaksi yang ada baru sekedar pada tahapan menghilangkan unsur riba dengan mendesain transaksi yang sah akad dan ikrarnya. Terfokus pada “how to islamize our banking system?”. Hal ini belum menyentuh persoalan mendasar masyarakat yang membutuhkan peran aktif bank islam untuk menyelesaikan persoalan ekonomi mereka. Sektor-sektor primer yang menguasai hajat orang banyak belum sepenuhnya menjadi konsen perbankan syariah dalam menyalurkan kreditnya. Kontribusi lembaga keuangan islam dalam pengembangan kesejahteraan masyarakat sebenarnya menjadi bagian integral dari ajaran islam yang seharusnya menjadi ruh pengembangan ekonomi islam beserta lembaga keuangannya. Permintaan akan jasa keuangan dan praktek ekonomi berbasis syariah berkembang lebih cepat dari perkembangan yang terkait dengan pemikiran dan konsep ekonomi islam. Sebagai konsekuensi, SDM yang terlibat dalam perbankan syariah masih minim pengetahuan tentang konsep ekonomi syariah itu sendiri. Bahkan untuk memenuhi laju perkembangan lembaga perbankan syariah saat ini dibutuhkan sekitar 10 ribu SDM yang tentunya harus memiliki kualifikasi pengetahuan tentang ilmu ekonomi dan ilmu fiqhi sekaligus.
• Instrumen dan produk yang masih kurang inovatif. Bank syariah membatasi pada bentuk tertentu sehingga kesulitan dalam pengembangan produk dan jasa bahkan terjebak dalam siklus investasi yang sempit. Dengan memberikan banyak pilihan bentuk investasi yang tentunya sesuai prinsip syariah adalah jaminan kematangan konsep bank syariah. Hal ini juga memungkinkan bank syariah memasuki seluruh segmen masyarakat sebagai bentuk perluasan target dan market share. Sampai saat ini, pembiayaan murabahah (jual beli) masih mendominasi komposisi pembiayaan bank syariah. Minimnya bentuk produk dan jasa bank syariah justru mereduksi perannya dalam pengembangan kesejahteraan masyarakat sebagai salah satu target utama.
• Kurang sosialisasi dan promosi. Ketangguhan bank syariah dari krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998 serta trend pertumbuhan yang semakin meningkat, memunculkan harapan pada sebagian masyarakat bahwa pengembangan ekonomi syariah/bank syariah merupakan solusi bagi ketahanan ekonomi nasional. Ironisnya, harapan di atas belum diiringi oleh pemahaman masyarakat yang cukup terhadap bank syariah itu sendiri. Kondisi ini tentunya berpengaruh tehadap eksistensi dan pertumbuhan bank syariah. Sehingga perlu dilakukan sosialisasi dan komunikasi secara terus-menerus dan berkesinambungan agar masyarakat dapat memahami dan menerima bank syariah sebagai alternative dalam transaksi keuangan mereka. Pola komunikasi yang dilakukan juga tidak boleh hanya sebatas pendekatan emosional, halal dan haram, ataupun surga dan neraka tapi lebih pada keunggulan dan profit yang bisa didapatkan jika bergabung dengan bank syariah.
• Penambahan demand. Meskipun perkembangan perbankan syariah (tumbuh 40%) secara umum lebih cepat dari perbankan konvensional (22%), tapi perbankan syariah belum beranjak dari pangsa pasar yang ada. Oleh karena itu, kalau selama ini bank syariah bermain di wilayah UKM sekarang harus mulai melebar ke sektor korporasi dan infrastruktur. Bagaimanapun juga, peran perbankan syariah dalam pembiayaan skala besar, termasuk sektor real, memang sudah mendesak. Apalagi, selama ini fungsi intermediasi perbankan konvensional terhadap sektor real mulai stagnan. Kondisi ini justru menjadi tantangan perbankan syariah untuk memperluas segmen pasar serta pangsa pasar.
• Kolaborasi dengan pemerintahan daerah dalam pengelolaan APBD yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Jenis yang bisa dilakukan adalah dengan menyimpan sebagian dana APBD di Unit Usaha Syariah (UUS) melalui mekanisme bagi hasil dan menyalurkan sebagian proyek-proyek pemprov atau BUMD melalui pembiayaan secara syariah. Sehingga sebagian dari APBD yang ada dapat dialokasikan pada pemberdayaan masyarakat kecil menengah ke bawah yang kebanyakan berada di sektor real dengan menggandeng bank syariah sebagai intermediatornya. Kolaborasi ini akan mempercepat pertumbuhan Unit-Unit Usaha Syariah yang ada di daerah.
• Peran pemerintah yang masih minim. Pemerintah mendukung keberadaan perbankan syariah, tetapi dalam tataran kebijakan dan keseriusan belum optimal.
• Pertumbuhan lembaga keuangan syariah dan investor yang beminat masuk ke industri keuangan syariah biasanya hanya didriven oleh orientasi keuntungan (profit oriented). Mereka tidak memperdulikan apakah syariah ataupun mirip konvensional yang penting bisa memberikan tingkat keuntungan bagi mereka. Demikian ini, tidak sesuai dengan spirit ajaran islam. Oleh karena itu tantangannya adalah “how to islimize people involving in the syariah banking system”.

Tanggal: 23/08/2009
Ali Rama

MASA DEPAN DAKWAH POLITIK DAN EKONOMI INDONESIA

Orientasi dakwah saat ini adalah usaha untuk menghadirkan islam sebagai alternative sistem dalam kehidupan manusia. Mengubah sebuah sistem bukanlah hal yang mudah sehingga individu-individu yang bekerja dalam dakwah harus terorganisir. Kehidupan adalah satu kesatuan yang saling terkait. Tidak bisa dipisahkan antara dakwah dengan politik karena masing-masing saling terkait.

Keterpurukan kondisis ekonomi saat ini menjadi entry point buat ekonomi syariah sebagai alternative system perekonomian. System ekonomi syariah memiliki prospek yang baik, hal ini bisa dilhat dari aspek:

· Akademik; studi tentang ekonomi syariah sudah tersebar di berbagai kampus, artikel-artikel berisi tentang ekonomi islam sudah tersebar luas dan mudah diakses di media-media online, serta buku yang membahas ekonomi syariah sudah mulai bermunculan di mana-mana.

· Perbankan; pasca krisis ekonomi 1998, bank syariah islam (Bank Muamalat) menjadi sorotan utama karena tidak terpengaruh oleh krisis ekonomi. Saat ini sudah ada 5 bank umum syariah dan BCA akan menyusul. Seiring dengan perkembangan tersebut, perbankan syariah saat ini membutuhkan sekitar 5.000 sumber daya manusia untuk mengimbangi perkembangannya.

· Berkembangnya lembaga-lembaga keuangan islam non bank, salah satunya adalah lembaga pengumpul zakat. Potensi zakat yang bisa dikumpulkan dari jumlah orang yang wajib zakat di Indonesia mencapai sekitar Rp 19, 3 trilliun.

Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk memaksimalkan pengumpulan zakat:

· Zakat sebagai pengurangan penghasilan kena pajak. Seharusnya setiap muslim yang wajib zakat tidak hanya memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) tapi juga Nomor Pokok Wajib Zakat (NPZ). Zakat bukan hanya kewajiban perseorangan tapi juga perusahaan.

· Law enforcement (pemberian sanksi). Pengumpulan zakat selama ini tidak maksimal karena tidak ada sanksi buat mereka yang tidak mengeluarkannya padahal mereka masuk kategori wajib pajak. Minimal sanksi yang bisa diberikan buat perusahaan yang tidak membayar pajak adalah sanksi sosial, misalnya tidak memberikan tender-tender proyek.

· Struktur organisasi. Sebaiknya, badan amil zakat tidak dalam jumlah yang banyak, maksimal 10 lembaga saja namun dikelola secara profesional dan transparan.

Apabila ZIS benar-benar dikelola secara profesional dan dijiwai amanah yang optimal, tentunya umat Islam akan merasa percaya sehingga tidak ada lagi fenomena sejumlah orang Islam yang menyerahkan langsung ZIS-nya kepada para mustahik. Bahkan, pengelolaan ZIS seperti itu akan melenyapkan kemiskinan yang terdapat di tengah masyarakat sehingga akhirnya kesejahteraan secara keseluruhan terwujud secara baik. Tidak akan ditemukan lagi tragedi zakat yang menelan banyak korban seperti yang terjadi di Pasuruan. Tidak pernah ada contoh dari Rasulullah, zakat diberikan langsung oleh individu tapi dijemput langsung oleh para amil dan didistribusikan kepada para mustahik.

Fungsi zakat dalam perekonomian khususnya dalam pengurangan tingkat kemiskinan jauh lebih efektif dibandingkan dengan pajak. Zakat secara terang-terangan menyebutkan keberpihakannya terhadap orang miskin, salah satu golongan yang menerima pajak atau dengan kata lain zakat bersifat pro-poor. Sementara orang miskin hanya disebutkan dalam konstitusi negara tapi bukan dalam target pemberdayaan pajak.

Zakat hanya merupakan bahagian kecil dari system ekonomi syariah. Ekonomi syariah tidak boleh hanya dipersepsi sebatas perbankan islam dan zakat saja. Ekonimi syariah terkait dengan sektor-sektor kehidupan lainnya. Oleh karena itu gerakan dalam mewujudkan perekonomian berdasarkan syariah tidak boleh dilakukan secara individu dan parsial tapi harus dilakukan secara terorganisasi dan terencana. Itulah perbedaan mendasar antara sistem ekonomi syariah dengan ekonomi kapitalis.

*Artikel di atas adalah hasil resume

Disampaikan oleh Prof. Didin Hafidhuddin
Dalam Acara Diskusi Bulanan ISEFID
(Islamic Economic For Indonesian Development)